• Gelaph’s Blog
  • Mia’s Blog
  • Gelaph on Tumblr
  • Mia on Tumblr
  • About Working-Paper

working-paper

~ Documentation of Emotion

working-paper

Tag Archives: Adyta Dhea Purbaya

Tea in You

21 Saturday Apr 2012

Posted by clients in Cerita Cinta

≈ Leave a comment

Tags

@dheaadyta, Adyta Dhea Purbaya, cerita cinta, cerita pendek, cerpen, fiksi, fiksi client, penulis tamu

Prepared by Client:
Adyta Dhea Purbaya (@dheaadyta)

Siang ini, sama seperti siang-siang kemarin. Kantin kampus. Ramai. Dan kita duduk berdua disalah satu kantin.

Kamu dengan segelas Green Tea yang mengepul, dan aku dengan segelas Lemon Tea dingin.

“Eh, kalo makan nasi, minumnya jangan teh” Kamu menarik gelas tehku menjauh dari jangkauanku.

“Ahhh balikiiin… Aku mau tehkuu..” Aku berusaha menggapai gelas teh itu.

Kamu tertawa-tawa dan mengangkat gelas teh itu makin tinggi.

“Teh itu menyerap karbohidrat yang dibawa nasi. Gimana anemia nya nggak tambah parah, coba? Lagian… pantes aja nggak gendut-gendut!”

Kamu mulai dengan segala ceramah tentang anemia dan tubuh kurang idealku.

“Ahhh… aku mah nggak butuh gendut. Aku cuma butuh kamu.” Aku menjawab sambil berusaha meraih gelas tehku.

Kamu tertawa.

“Gombalnya udah makin lancar yah, sekarang?” Katamu sambil mengacak rambutku.

Aku cemberut. Menjauhkan piring nasi dihadapanku. Aku nggak mau makan kalo gelas tehku nggak dikembalikan.

“Lah itu kenapa nasinya dijauhin?” tanyamu pelan.

Aku nggak menjawab. Masih memasang tampang manyun.

“Sini aku suapin, yaaah….” dia menyendok nasi dan mengarahkannya ke mulutku.

Aku membuang muka. Masih merajuk.

“Eh nggak boleh ngambek, tuh mukanya ditekuk kan jadi jelek gituuuu….” Kamu mengacak rambutku, lagi.

Aku masih membuang muka.

“Jangan marah dong. Kamu tuh manis banget kalo lagi nggak marah. Ini kalah deh manisnya teh ini” katamu mengacungkan gelas Lemon Tea dinginku.

Mau nggak mau aku tersenyum juga dan memukul pelan lenganmu. Ah.. Kamu memang selalu tau caranya mengembalikan semua mood baik aku.

“Aku mau tehkuuu…” aku merengek.

Kamu menyerahkan gelas Lemon Tea dingin itu kehadapanku. “Kamu ini kalo dibilangin mesti deh ngeyel…” katamu sambil menyuap sesendok demi sesendok Green Tea hangatmu.

Aku menyedot banyak-banyak Lemon Tea-ku. Ahh dinginnya langsung mengaliri kerongkonganku.

“Green tea-nya manis nggak?” tanyaku memasang tampang serius.

Kamu mengecap sekali lagi sesendok Green Tea hangatmu, lalu mengangguk. “Lumayan. Pas lah pokoknya sama lidahku. Kenapa emang?” tanyamu, masih menyuap sesendok demi sesendok Green Tea hangat itu kedalam mulutmu.

Aku selalu suka caramu menghabiskan segelas tehmu. Pelan. Disesap sesendok demi sesendok. Nampak menikmati sekali. Aku tau kamu cinta banget sama teh. Lidahmu bahkan nggak kuat kena kopi. Iya kan? ;)

“Kalo gitu minumnya jangan sambil liat aku, yah?” jawabku, masih memasang tampang serius.

Kamu menatapku penuh tanda tanya, aku melengos dengan santainya dan menyedot lebih banyak Lemon Tea-ku.

“Tau kenapa?” tanyaku, bahkan sebelum kamu sempat memberikan respon.

Kamu menggeleng. Menatapku penasaran. Aku tersenyum kecil.

“Ntar teh nya jadi tawar kalo sambil liat aku….” Aku berkata pelan, menyedot lagi Lemon Tea dinginku. Merasakan sensasi dingin menjalari kerongkonganku. “Kan katanya manisnya aku ngalahin teh” Aku menutup penjelasan dengan tawa lebar.

Kamu ikut tertawa dan menoyor pelan kepalaku.

Kita tertawa bersama.

“Iya… Iya… Kamu lebih manis daripada teh. Aku rela nggak minum teh lagi, asalkan bisa terus sama kamu…” jawabmu, mengelus sayang rambutku.

Kalimat singkatmu itu. Jleb banget dihatiku aku. Tetiba saja sudut mataku sudah terasa panas. Ah kamu…. Kenapa harus membahas itu, sih?

“Tapi kamu kan cinta banget sama teh?” tanyaku, entah kenapa, aku ingin memperjelas pemahamanku.  Sekedar melegakan hati, nggak salah kan?

Kamu tersenyum. Ah senyum itu. Bahkan aku merasakan tehku pun mendadak ikut menjadi tawar.

“Karena manisnya teh  ini ada di kamu. Sekalipun aku cinta banget sama teh, tapi kan aku nggak butuh sesuatu yang tawar, lebih baik kamu yang manis. Hehehe…”

Setitik kehangatan menelusup kedadaku.

“Kenapa kamu nggak meninggalkan dia dan memintaku? Bukankah hubungan kalian sudah tawar? Sementara kita bisa memulai sesuatu yang manis, berdua saja…” tanyaku pelan, sangat pelan. Nyaris tak terdengar.

Aku kaget mendengar ucapanku sendiri. Oh My… Kita kan sudah janji untuk nggak pernah bahas ini, yah?  Aku mengutuki diriku sendiri. Mengutuk mulut bawel yang nggak pernah bisa ditahan ini. Aku merasakan genggamanmu erat dijemariku. Hangat. pasti lebih hangat dari Green Tea dalam gelasmu.

Kamu tersenyum. Menatap mataku dalam-dalam. Aku ingin membuang pandang, nggak pernah sanggup menatap mata beningmu lama-lama. Mata yang selalu membuat aku jatuh cinta dan berkali-kali membatalkan niat menyeret langkah menjauh darimu. Mata yang selalu memaksaku bertahan dengan kesadaran penuh, tanpa todongan senjata tajam, atau bahkan pengaruh alkohol.

Ah kamu… Kalau teh itu ada padaku, kenapa kamu masih membiarkan dia yang mengisi hatimu?

Lepaskan lah… Aku janji bisa memberikan hubungan yang manis bagimu.

Kalau kamu saja bisa meninggalkan teh yang sangat kamu cintai itu untuk aku. Kenapa kamu begitu berat meninggalkan dia dan beralih memintaku??

Ada banyak jawaban dari berbagai pertanyaan yang aku butuhkan darimu.

Sekarang… aku masih bisa berdamai dan membohongi hati. Kalau nanti aku sudah tidak sanggup, bagaimana??

Please. Bisakah meninggalkan dia dan memintaku sekarang??

Advertisement

Share this:

  • Twitter
  • Facebook

Like this:

Like Loading...

Aku Mau Kamu

19 Thursday Apr 2012

Posted by clients in Cerita Cinta

≈ Leave a comment

Tags

@dheaadyta, Adyta Dhea Purbaya, cerita cinta, cerita pendek, cerpen

Prepared by Client:
Adyta Dhea Purbaya (@dheaadyta)

Aku duduk manis disalah satu bangku kantin, menyesap sesendok demi sesendok Green Tea hangat yang tersaji di depanku. Mataku menatap nanar kearahmu. Kamu dan gadis manis berambut panjang disebelahmu. Kalian yang tertawa lepas dan nampak bahagia sekali.

Iya.

Kamu dan kekasihmu.

Aku mencoba mengingat, berapa lama semua berjalan sepetri ini. Sebulan? dua bulan? Ahh… lebih dari itu… ini sudah menahun… dan aku masih tetap setia seperti ini. Sudah merasa cukup hanya dengan melihat kamu dari jauh saja.

Iya.

Kamu dan kekasihmu.

Apa kamu tahu rasanya? Didera rindu yang teramat sangat tapi tidak bisa memelukmu erat untuk sekedar menuntaskannya? Jangankan berharap untuk kamu balas, sekedar untuk kamu tahu bahwa aku rindu pun mustahil.

Apa kamu tahu rasanya? Seberapa sering aku menyebut namamu dalam sujud-sujudku menghadap Sang Pencipta? Aku bahkan sudah tidak bisa menghitungnya… Aku bahkan takut Tuhan bosan mendengarnya.

Apa kamu tahu?

Baiklah… Mungkin kamu tahu… Lantas,, apa kamu mau mengerti??

Mataku sekali lagi melirik kearah sana… Kearah kamu dan kekasihmu… Kalian yang masih tertawa dan saling menatap mesra. Sesekali kulihat gadis manis itu mencubit pelan lenganmu.

Ah… aku cemburu!!!

Tapi…

Aku bisa apa??

Sejenak kemudian, kalian berlalu. Dari situ. Dari sudut dimana tadi kalian tertawa mesra dan membakar hatiku. Berlalu. Aku masih mengikuti gerak kaki kalian lewat sudut mataku. Terus. Hingga kalian tak lagi nampak.

Masih ada sisa-sisa kemesraan yang terlihat bahkan saat kalian sudah akan menjauh.

Aku bahkan masih bisa melihat kamu mengantar dia masuk kedalam mobilnya, menutup pintu, dan menunggu mobil itu berlalu. Menghilang dari pandanganmu.

Aku masih bisa merekam jelas semuanya lewat sudut mataku yang tak lepas memandangi kalian.

Lalu mobil yang membawa gadismu itu menjauh. Menghilang. Dan kamu berbalik. Berjalan santai. Kearahku.

Iya.

Kamu melangkah pasti kearahku.

“Hai…” katamu lembut dengan senyum menawan itu.

Aku memaksakan senyum.

“Udah makan?” tanyamu, basa-basi sekali, tentulah.

“Rara udah pulang?” tanyaku pelan.

Kamu menjawab dengan anggukan, menghempaskan pantat di sebelahku. Kita duduk bersisian dan sangat dekat. Aku bahkan bisa mencium wangi parfume-mu. Dan rasanya? Semakin sesak! Sesak akan rindu, sesak akan cinta, sesak akan rasa ingin menggenggam erat tanganmu.

“Kamu tambah mesra ya sama dia…” aku berkata pelan. gumpalan cemburu mendesak.

Kamu tertawa kecil. Mengacak rambutku. Sesuatu berdetak kencang dibalik dadaku.

“Kamu cemburu?” tanyamu.

Retoriiiiiis!

“Tenang aja… Kamu tetep sahabatku, kok!! Aku janji… Nggak akan ada yang berubah dari kita.. Aku pasti bakal tetep selalu ada tiap kamu butuh… Kita kan udah sahabatan dari kecil…” katamu riang. tetep dengan senyum manis itu.

Aku mulas. Lemas. Pingin pingsan.

Sahabat?

Nggak akan ada yang berubah?

Oh, well… Aku pinginnya kita berubah… berubah lebih dari sahabat… berubah ke suatu hubungan yang, ehm, lebih serius.

Kamu tau nggak aku tuh sayaaaang banget sama kamu. Bukan sekedar sahabat. Kamu tau nggak semua apa yang aku rasain ini?

Dan kamu bilang kita sahabat? dan akan selalu begitu?

—————————————————-THE END——————————————————

Share this:

  • Twitter
  • Facebook

Like this:

Like Loading...

Two nice-young-Taurean ladies who are passionate on sharing some fiction stories. Read, and fall for our writings :)

Just click follow and receive the email notification when we post a brand new story! :)

Our Filing Cabinet

Working-Paper Preparers

  • gelaph
    • Bayangmu Teman
    • Penyesalan Selalu Datang Terlambat
    • Seratus Dua Puluh Detik
    • My Kind of Guy
    • Hati-hati, Hati
    • Matahari, Bumi, dan Bulan
    • Si Jaket Merah
    • Manusia Zaman Batu
    • Sebuah Perjalanan
    • First Thing on My Head
  • clients
    • Cinta Ala Mereka
    • Fix You – Part 2
    • Sepatu untuk Titanium
    • Susan dan Sepatu Barunya
    • My Mysterious Friend
    • Perih
    • Sayang yang (Telanjur) Membeku
    • Menikmati (Bersama) Bintang
    • Malam Ke-Tiga-Puluh-Sembilan
    • Dua Tangis Untuk Kasih
  • myaharyono
    • Kita (Pernah) Tertawa
    • Sang Penari
    • Jangan Jatuh di Bromo
    • Perkara Setelah Putus
    • A Gentle Smile in Amsterdam
    • The Simple Things
    • Sepatu Sol Merah
    • Tell Us Your Shoes Story
    • How To Be Our Clients
    • Hari Yang Ku Tunggu

Ready to be Reviewed

  • Kita (Pernah) Tertawa
  • Bayangmu Teman
  • Cinta Ala Mereka
  • Fix You – Part 2
  • Sang Penari
  • Sepatu untuk Titanium
  • Susan dan Sepatu Barunya
  • Jangan Jatuh di Bromo
  • My Mysterious Friend
  • Perih
  • Sayang yang (Telanjur) Membeku
  • Menikmati (Bersama) Bintang
  • Malam Ke-Tiga-Puluh-Sembilan
  • Dua Tangis Untuk Kasih
  • Fix You

Ledger and Sub-Ledger

  • Cerita Cinta (44)
  • Estafet Working-Paper (5)
  • Fiction & Imagination (12)
  • Writing Project (2)

Mia on Twitter

  • As I remembered her, she hates farewell so much. Setiap mau pisahan abis ketemu suka mewek. Sekarang yang ditinggal… twitter.com/i/web/status/1… 3 years ago
  • Lihat kondisi Konih semalem udah bikin nangis, pagi ini dapet kabar Konih gak ada jadi lemes banget. Sedih banget. Nangis lagi. 3 years ago
  • Gak banyak temen Twitter yang awet sampe sekarang temenan, salah satunya @Dear_Connie . Bersyukur semalem sempet ke… twitter.com/i/web/status/1… 3 years ago
  • RT @lyndaibrahim: Akhirnya gak tahan juga untuk gak mengomentari klaim @prabowo semalam soal menang 62%. Mas @sandiuno — you went to biz… 3 years ago
  • RT @KaryaAdalahDoa: “Masalah negara nggak bisa cuma berdasarkan keluh kesah satu dua orang. Ibu ini.. Ibu ini.. Kita ini lagi ngomongin neg… 3 years ago
Follow @myaharyono

Gelaph on Twitter

Error: Please make sure the Twitter account is public.

Meet our clients

  • @armeyn
  • @cyncynthiaaa
  • @deardiar
  • @dendiriandi
  • @dheaadyta
  • @evanjanuli
  • @kartikaintan
  • @NH_Ranie
  • @nisfp
  • @romeogadungan
  • @sanny_nielo
  • @saputraroy
  • @sarahpuspita
  • @TiaSetiawati

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • working-paper
    • Join 41 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • working-paper
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
%d bloggers like this: