Tags

, , , , ,

Prepared by: MH
Reviewed by: GP

Disclaimer: cerita ini fiksi belaka, bukan bagian dari sejarah hidup Christian Louboutin.

The shiny red color of the soles has no function other than to identify to the public that they are mine. I selected the color because it is engaging, flirtatious, memorable and the color of passion. – Christian Louboutin

Begitulah pengakuan tuanku, mengenai asal usul mengapa semua sepatu karyanya ditandai dengan ciri khas yang sama. Sol merah. Kamu percaya kalau tak ada arti lain di balik sol merah itu? Bukankah selalu ada cerita di balik sebuah karya? Hanya saja, ada cerita yang dikubur dengan rapih oleh sang pencipta maha karya. Alasannya sederhana, karena cerita itu tak ingin diingatnya lagi. Tidak ada satupun yang mengetahuinya, kecuali aku. Aku, ciptaannya yang pertama 20 tahun silam.

***

Paris, 1992

Pagi itu tuanku duduk termenung di balik meja kantornya, yang berserakan dengan kertas-kertas bergambar hasil coretannya. Ia hanya menunduk sambil menopangkan kedua tangannya, pada kepala yang sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kebotakan. Seolah ada beban berat menggelayuti pikirannya.

Aku tau ia sedang dipusingkan dengan bisnis sepatu yang baru digelutinya. Memutuskan berhenti bekerja dari designer ternama seperti Chanel maupun Yves Saint Laurent, dan memulai usahanya sendiri bukanlah hal yang mudah. Ia sadar sudah banyak sekali heels cantik di pasaran. Tuanku hanya membutuhkan sebuah strategi, agar karya dengan label namanya sendiri itu dapat meluluhkan hati setiap wanita yang melihatnya.

Wanita-wanita Perancis masa kini sudah jatuh hati pada label ternama. Mereka bukan membeli sepatu untuk alas kaki, tapi membeli label untuk gaya. Semenarik apapun model sepatu buatan tuanku, tetap saja tidak dilirik. PR besar sekali bagi tuanku, untuk melakukan penggebrakan di dunia shoe-fashion.

Ia sudah hampir putus asa sebenarnya. Sampai masuklah seorang gadis muda ke dalam hidup tuanku.

Gadis itu, setiap hari berkeliaran di salah satu pasar tradisional di kota Paris. Ia menawarkan bantuan untuk membenarkan sol sepatu. Tuanku melihatnya, dan terpanggil untuk menolongnya. Iapun menawarkan pekerjaan kepada gadis itu, yang disambut dengan teramat antusias.

“Apa yang harus aku kerjakan untukmu, monsieur?”

“Membantuku membuat sepatu, modemoiselle. Aku seorang designer sepatu. Namaku Christian.”

Sejak pertemuan itu, tuanku memiliki seorang karyawan. Tugas wanita itu, memasang sol pada setiap sepatu ciptaannya.

Tuanku, diam-diam memperhatikan keuletan sang modemoiselle dalam menjahit sepatu. Di setiap untaian jemarinya yang berpadu dengan benang, ada kekuatan yang seolah iia pindahkan dari dalam dirinya kepada sepatu itu. Tuanku pun benar-benar puas dengan hasil kerja sang modemoiselle.

Tapi hubungan yang tidak lebih dari sebatas hubungan kerja ini, membuat pikiran tuanku lama-kelamaan tidak tenang. Lebih dari 12 jam dalam hari-harinya ia lewati bersama sang modemoiselle. Tuanku tidak bisa bersikap biasa saja. Dan ada perasaan menggelitik pada hatinya, tiap kali ia beradu pandang dengan gadis itu.

Tuanku itu tak pernah menyadari apa yang sedang terjadi dalam dirinya. Ia tak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Suatu hal yang lazimnya disebut kawula muda di Perancis sebagai: Tomber en amour – jatuh cinta.

Suatu ketika, sang modemoiselle sedang melakukan rutinitasnya yaitu menjahit sol sepatu. Sedikit lalai, jarinya tertusuk jarum yang besarnya hampir seperti pena itu. Setetes darah keluar dari telunjuknya yang putih pucat. Dengan spontan, tuanku meraih telunjuk berdarah itu, lalu menghisapnya. Dibersihkannya dengan beberapa kali kecupan.

Itulah moment di saat keduanya tak dapat lagi membendung hasrat hati mereka. Mereka berdua tak lagi sepasang atasan dan karyawannya, tapi mereka adalah sepasang kekasih setelah malam itu.

Sang modemoiselle dengan kasihnya, memberikan dukungan luar biasa kepada tuanku. Sedikit demi sedikit usahanya mulai diakui oleh penduduk sekitar. Stiletto dari toko Louboutin semakin terkenal. Dari mulut ke mulut, mulai tersebar bahwa stiletto karya Louboutin memiliki sol yang kuat tapi halus, sehingga tidak menggores lantai.

Ketika usahanya semakin maju, tuanku merekrut satu karyawan lagi. Seorang pria muda, tampan dan pintar. Dengan bantuannya, sepatu yang dihasilkan dalam seminggu lebih banyak dua kali lipat.

Tuanku mempercayakan pembuatan sepatu kepada kekasihnya dan pemuda itu, sehingga ia bisa pergi ke pusat kota untuk mempromosikan sepatu buatannya.

Tak pernah sedikitpun tuanku menaruh curiga, mengapa terjadi perubahan pada kekasihnya. Sang modemoiselle tampak lebih cantik. Ia merias dirinya menjadi lebih baik. Mengganti busananya yang semula suram, dengan warna lebih cerah. Membiarkan rambut pirang keemasannya menjuntai sampai ke pinggulnya.

Tuanku menjumput rambut sang modemoiselle dari belakang dan meresapi aromanya dengan penuh cinta. “Kau wangi, sayangku.”

Wanita itu memutar tubuhnya sehingga berdiri berhadapan dengan tuanku. Tuanku meraih tangan wanita itu dan mencium punggung tangannya.

“Cantik sekali kukumu. Sejak kapan kukumu berwarna merah seperti ini?”

Dengan suara yang halus dan nyaris berbisik wanita itu berucap “Aku sudah lama ingin memberi kuteks warna merah pada kukuku, sayang. Tapi baru kesampaian sekarang. Kuteks membuat kuku menjadi lebih indah.”

“Aku suka jemarimu yang kuat pada saat menjahit sol pada sepatu. Dan kini, aku bahkan lebih menyukainya dengan warna merah di kukumu itu, yang membuat jemarimu semakin sempurna.”

Lalu tuanku memekikkan suara kegirangan, seperti baru saja menemukan benda kesukaannya yang lama hilang.

“Terima kasih, sayangku. Kau sudah memberikan sebuah ide brilliant. Sekarang aku tau apa yang harus aku lakukan dengan sepatu buatanku itu, agar memiliki ciri khas yang berbeda dari label sepatu lainnya.”

“Apa itu, sayangku?” tanya sang modemoiselle kebingungan.

Tuanku hanya tersenyum dan mendaratkan ciuman sekilas di bibir mungil sang modemoiselle. Ia menghambur pergi ke ruang kerjanya, karena sudah sangat bersemangat menuangkan ide barunya itu.

***

Begitulah cerita dibalik proses terciptanya aku, sepatu dengan sol merah. Sol yang dicat warna merah, sudah menjadi ciri khas setiap maha karya tuanku, Louboutin. Menambah keindahan dari kekuatan heels.

Sejak pertama kali dipasarkan, aku menjadi terkenal. Usaha tuanku berkembang pesat. Ia bahkan memiliki sebuah perusahaan yang menangani bisnis sepatunya. Perusahaan yang ia kelola bersama rekan-rekan barunya. Tanpa sang modemoiselle, kekasihnya, dan sang pria muda yang membantunya dulu.

Kemanakah mereka?

Tak lama setelah berhasil dengan ide sepatu sol merah, tuanku yang semakin sibuk di luar toko untuk usaha pemasaran, tak pernah menduga. Bahwa di belakangnya, kekasihnya itu sudah mengkhianatinya. Ia bermain gila dengan sang pemuda.

Betapa kecewanya tuanku, mereka yang sudah ia ambil dari jalanan lalu diberikan pekerjaan, sudah menikamnya dari belakang.

Begitu sakit hati tuanku yang sudah dikhianati oleh wanita itu, sang modemoiselle yang dicintainya terlampau dalam. Sampai tuanku tak ada ampun mengusir pergi kedua biadab itu dari hidupnya.

Sejak saat itu, tuanku bertekad dengan bulat, tidak akan pernah mencintai wanita manapun lagi. Baginya wanita bukan untuk dicintai, tapi dimengerti. Seperti dengan terus bersemangat menciptakan sepatu mahal terbaik. Sepatu sol merah yang akan membuat mereka, para wanita, berlutut memujanya.

The Red Sole Shoes

Advertisement