Prepared by Client:
Adyta Dhea Purbaya (@dheaadyta)
Aku duduk manis disalah satu bangku kantin, menyesap sesendok demi sesendok Green Tea hangat yang tersaji di depanku. Mataku menatap nanar kearahmu. Kamu dan gadis manis berambut panjang disebelahmu. Kalian yang tertawa lepas dan nampak bahagia sekali.
Iya.
Kamu dan kekasihmu.
Aku mencoba mengingat, berapa lama semua berjalan sepetri ini. Sebulan? dua bulan? Ahh… lebih dari itu… ini sudah menahun… dan aku masih tetap setia seperti ini. Sudah merasa cukup hanya dengan melihat kamu dari jauh saja.
Iya.
Kamu dan kekasihmu.
Apa kamu tahu rasanya? Didera rindu yang teramat sangat tapi tidak bisa memelukmu erat untuk sekedar menuntaskannya? Jangankan berharap untuk kamu balas, sekedar untuk kamu tahu bahwa aku rindu pun mustahil.
Apa kamu tahu rasanya? Seberapa sering aku menyebut namamu dalam sujud-sujudku menghadap Sang Pencipta? Aku bahkan sudah tidak bisa menghitungnya… Aku bahkan takut Tuhan bosan mendengarnya.
Apa kamu tahu?
Baiklah… Mungkin kamu tahu… Lantas,, apa kamu mau mengerti??
Mataku sekali lagi melirik kearah sana… Kearah kamu dan kekasihmu… Kalian yang masih tertawa dan saling menatap mesra. Sesekali kulihat gadis manis itu mencubit pelan lenganmu.
Ah… aku cemburu!!!
Tapi…
Aku bisa apa??
Sejenak kemudian, kalian berlalu. Dari situ. Dari sudut dimana tadi kalian tertawa mesra dan membakar hatiku. Berlalu. Aku masih mengikuti gerak kaki kalian lewat sudut mataku. Terus. Hingga kalian tak lagi nampak.
Masih ada sisa-sisa kemesraan yang terlihat bahkan saat kalian sudah akan menjauh.
Aku bahkan masih bisa melihat kamu mengantar dia masuk kedalam mobilnya, menutup pintu, dan menunggu mobil itu berlalu. Menghilang dari pandanganmu.
Aku masih bisa merekam jelas semuanya lewat sudut mataku yang tak lepas memandangi kalian.
Lalu mobil yang membawa gadismu itu menjauh. Menghilang. Dan kamu berbalik. Berjalan santai. Kearahku.
Iya.
Kamu melangkah pasti kearahku.
“Hai…” katamu lembut dengan senyum menawan itu.
Aku memaksakan senyum.
“Udah makan?” tanyamu, basa-basi sekali, tentulah.
“Rara udah pulang?” tanyaku pelan.
Kamu menjawab dengan anggukan, menghempaskan pantat di sebelahku. Kita duduk bersisian dan sangat dekat. Aku bahkan bisa mencium wangi parfume-mu. Dan rasanya? Semakin sesak! Sesak akan rindu, sesak akan cinta, sesak akan rasa ingin menggenggam erat tanganmu.
“Kamu tambah mesra ya sama dia…” aku berkata pelan. gumpalan cemburu mendesak.
Kamu tertawa kecil. Mengacak rambutku. Sesuatu berdetak kencang dibalik dadaku.
“Kamu cemburu?” tanyamu.
Retoriiiiiis!
“Tenang aja… Kamu tetep sahabatku, kok!! Aku janji… Nggak akan ada yang berubah dari kita.. Aku pasti bakal tetep selalu ada tiap kamu butuh… Kita kan udah sahabatan dari kecil…” katamu riang. tetep dengan senyum manis itu.
Aku mulas. Lemas. Pingin pingsan.
Sahabat?
Nggak akan ada yang berubah?
Oh, well… Aku pinginnya kita berubah… berubah lebih dari sahabat… berubah ke suatu hubungan yang, ehm, lebih serius.
Kamu tau nggak aku tuh sayaaaang banget sama kamu. Bukan sekedar sahabat. Kamu tau nggak semua apa yang aku rasain ini?
Dan kamu bilang kita sahabat? dan akan selalu begitu?
—————————————————-THE END——————————————————