Tags
Prepared by Client:
Nuning H. Ranie (@NH_Ranie)
[Say You Love Me] Paidy Austin
Please turn around…
Have your eyes on me…
Please notice me…
Notice my presence…
Even if I turn weird, this is not just a father feeling…
Back then, maybe I just hide that certain feeling…
Memar itu lagi.
“Are u stupid.. How can a girl get scars so often?” Ucapku menilik lengan putih kemerah-merahan milik seorang gadis yang sedang duduk di hadapanku.
“Hehehee..” dia cuma nyengir seperti biasanya. Menampakkan sederetan gigi putihnya yang berbaris rapih.
Aku pun mngambil kotak P3K, menyeret gadis itu ke kursi panjang dekat jendela dan merawat lukanya. Ini bukan kali pertama aku harus membalurkan antiseptik ke lengannya. Dia selalu datang dengan memar yang berbeda, lebih sering di lengan, tapi terkadang di pundak atau bahkan wajahnya. Aku tak pernah bertanya lagi, karna tiap kali kulontarkan pertanyaan sama, dia hanya akan cengengesan seperti tadi. Really, can’t leave her alone..
“Lo baik yah…” dia berkata menatapku dengan senyuman lemah lembut. Manis. Tak pernah gagal buat salah satu sudut hatiku bergerak aneh.
“Coba cowok gw kaya lo..”
Yeah, right.. “Itu karna tiap ada beginian, lo selalu lari ke gw.. Coba lebih ngandelin dia..”
“Don’t wanna..” dia menaikkan dagu.
“Childish..” aku mengacak rambutnya, lalu bangkit mengembalikan kotak P3K ke tempatnya semula.
“Biarin..” kali ini dia menggigit bibirnya. “Well, it’s not like I don’t want to rely on him… I just don’t wanna bother him.”
“And you think that I’m not bothered?”
“Emang nggak kan?”
Masih berdiri, kumiringkan wajah dan menghela nafas. “Bothered, really feel bothered.”
Dia semakin merengut. Membuang pandangannya ke luar jendela.
Menggodanya seperti ini sungguh menyenangkan. Menatap kebiasannya duduk di kursi itu sambil menatap jendela. Menikmati figurnya yang bermandikan cahaya. Jauh lebih indah dari pemandangan di luar jendela itu sendiri. Aku tersenyum, sambil menyandarkan diri pada lemari.
“Cowo itu seneng kalo diandelin ama ceweknya. Kalo gw jadi cowo lo, gw sih bakal ngamuk-ngamuk tiap kali lo datengin gw kaya gini. And for him to not angry because of that, itu nunjukin kebaikan juga pengertiannya. You should cherish him the most.”
“I do! But, I’m just scared… I mean, semua orang pasti pengen terlihat sempurna di depan orang yang mereka suka kan? Kalo gw ngerepotin terus, gw takut dia bakal bosen en ninggalin gw..”
“Dan lo gak takut, kalo gw bakal bosen en ninggalin lo?”
“You won’t!” dia membalikkan wajah, dan menatapku tajam.
“How so?” Tanyaku, sambil menatap lurus matanya.
“Karna lo baik…”
Aku menghela nafas.
“Begitu pun cowo lo. Kalo dia gak baik, lo gak bakal suka ama dia kan? Lo harus lebih percaya ama cowo lo. Semua orang seneng diandelin ama orang yang mereka suka.”
Dia terdiam. Aku menghela nafas lagi
“Ko lo terus-terusan hela nafas sihh? Dasar kakek tua.. I’m the one who choose who I want to rely on. And you..,” dia menatapku tajam, “are not allowed to leave me.” Ujarnya sambil menaikkan kaki ke kursi, dan memeluknya erat. Persis seperti anak kecil yang sedang merajuk.
“Selfish..”
“Biarin..”
Aku pun mendekatinya, ikut duduk di kursi itu sambil menatap ke luar jendela. Menikmati awan, dan entah apa lagi, yang bisa samarkan senyum yang tak bisa berhenti tersemat ini.
If to love is to live in you more than in myself, to hide great weariness under a mask of joy, to feel in the depths of my soul the odds against which I fight, to be hot and cold as the fever of love takes me, To be ashamed, when I speak to you, to confess my pain – if that is to love, then I love you furiously, I love you, knowing full well my pain is deadly. The heart says so often enough; the tongue is silent.
— [Taken from Sonnets pour Hélène by Pierre de Ronsard (1524-1585)]
-THE END-